"Kalau Saya Takut Corona, Saya Tak Bisa Bekerja, Anak dan Istri Saya Mau Makan Apa?"

 

Banyak keluhan yang keluar dari berbagai golongan masyarakat seiring dengan situasi pandemi yang sudah berlangsung selama beberapa bulan belakangan ini. Jaga jarak dan menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin memang jadi imbauan yang wajib dilakukan buat mencegah penularan virus. Tapi, nggak semua golongan masyarakat bisa melakukannya seiring dengan kewajiban mereka menafkahi keluarga.


Nggak banyak yang menyadari kalau pemulung jadi salah satu profesi yang rentan terpapar Covid-19. Namun, rasa takut tertular penyakit rasanya nggak ada apa-apanya dibandingkan rasa khawatir nggak bisa menafkahi kebutuhan keluarga. Cerita dari para pejuang sampah ini bisa membukakan mata bahwa di masa pandemi ini yang bisa dilakukan adalah saling bergotong royong membantu sesama.


Penghasilan Berkurang Drastis Selama Pandemi


Pandemi membuat banyak orang mengalami kesulitan, salah satunya karena penghasilan yang berkurang. Hal ini juga yang dirasakan oleh Pak Wartiman, pemulung asal Bantargebang yang kesehariannya mengumpulkan barang bekas. Jam kerja yang panjang dan tak berkurang sama sekali di masa pandemi, yaitu mulai jam 4 sore sampai 7 pagi, ternyata tetap membuat penghasilannya menurun drastis. Sekarang makin sedikit barang bekas yang bisa ditukarkan kepada para pengepul. Harganya juga turun drastis.


"Dampak dari Corona itu, penghasilan biasanya dapet 70 ribu sehari. Paling sekarang 50 ribu aja nggak nyampek," ungkapnya.


Cerita lain dari Takrim, seorang pemilah sampah yang mengaku harga bahan pokok semakin naik turut menambah beban mereka.


"Pada naik harga bahan pokoknya, jadi penghasilan kurang. Segitu juga ya Alhamdulillah bisa makan," ujar Takrim.


Bekerja dengan Perlindungan Seadanya Membuat Risiko Terpapar Tingg

Mereka tetap berjuang dengan sampah di tengah kondisi hidup yang kian susah. Belum lagi ancaman paparan penyakit yang terus mengintai. Saat ditanya tentang ancaman virus yang bisa menyerang, tentu saja rasa takut itu ada. Tapi, mereka hanya bisa berdoa semoga tidak tertular Covid-19 selama terus bekerja, karena di situlah tempat mereka mencari nafkah.


"Gimana ya, kalau kena virus ya jangan sampaikan ya. Jangan sampai sakit, kita ini orang nggak punya," ujar Ibu Sumi.


Inilah yang jadi dilema terbesar yang dirasakan para pejuang sampah tersebut. Ketakutan terpapar Covid-19 selalu ada, tapi persoalan nafkah keluarga saat mereka tidak bekerja juga menjadi beban tersendiri. Saat bekerja pun mereka minim perlindungan diri dan kesulitan menjaga jarak karena lokasi bekerja mereka yang selalu dipenuhi sekitar 200 pemulung setiap harinya.


Ibu Sumi misalnya, ia hanya menggunakan secarik kain lusuh sebagai pengganti masker. Bahkan ia tidak menggunakan sarung tangan ketika memilah sampah. Ada juga cerita pemulung lainnya yang tidak bisa membeli sepatu boots karena nggak mampu membeli. Risiko para pemulung ini juga semakin besar seiring dengan semakin banyaknya sampah masker dan sarung tangan sekali pakai yang menumpuk tempat sampah.


Uluran Tanganmu Bantu #MerdekakanSenyum Mereka!


Di masa pandemi seperti sekarang ini, bergotong royong untuk saling membantu sesama adalah cara terbaik agar bisa melewati situasi ini. Kamu juga bisa menjadi Pahlawan Senyum bersama Pepsodent Edisi Spesial Merah Putih dengan #MerdekakanSenyum para pejuang sampah agar lebih aman saat menjalani aktivitas. Yuk, berikan donasimu lewat Kitabisa! Tiap donasi yang diberikan, Pepsodent akan menggandakan donasimu jadi 2x lipat untuk berbagi paket kesehatan dan kebersihan untuk para pejuang sampah ini.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to ""Kalau Saya Takut Corona, Saya Tak Bisa Bekerja, Anak dan Istri Saya Mau Makan Apa?""

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Menyalinkode AMP

Iklan Tengah Artikel 1

Menyalinkode AMP

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel